Jaringan Radio KomunitasDemokrasi & MediaKegiatan JRKIPenyiaran

JRKI Bersuara di Senayan: Meneguhkan Peran Radio Komunitas dalam Era Penyiaran Multiplatform

397views

Radio Komunitas: Suara Akar Rumput yang Tak Boleh Hilang

Jakarta, 22 September 2025 — Senin pagi yang cerah di Senayan menjadi saksi bagaimana suara akar rumput hadir di ruang parlemen. Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) memenuhi undangan Komisi I DPR RI dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas isu krusial: penyiaran multiplatform dan keberlanjutan radio komunitas di tengah revisi Undang-Undang Penyiaran.

Hadir dalam kesempatan itu, Ketua JRKI Adi Rumansyah bersama perwakilan pengurus. Dengan penuh keyakinan, JRKI menyampaikan catatan kritis sekaligus sikap organisasi, agar radio komunitas tidak terpinggirkan dalam era digital yang serba cepat dan kompetitif.

“Radio komunitas bukan hanya frekuensi. Ia adalah ruang demokrasi, ruang pendidikan, dan ruang partisipasi warga. Tanpa dukungan negara, suara akar rumput akan makin tenggelam,” ujar Adi mengawali paparannya.

Mengapa Radio Komunitas Penting?

Sejak lahir pasca-reformasi, radio komunitas telah menjadi media warga. Ia hadir bukan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk memberikan ruang siaran bagi masyarakat yang tidak tersentuh media arus utama.

Beberapa peran penting yang ditekankan JRKI antara lain:

  • Penguatan Demokrasi – Menjadi corong aspirasi masyarakat, khususnya di tingkat desa.

  • Informasi Lokal – Mengisi celah yang sering diabaikan media besar, seperti isu pertanian, adat, hingga pembangunan desa.

  • Tanggap Bencana – Saat listrik padam dan internet terputus, radio komunitas tetap mengudara memberi peringatan dini dan koordinasi. Contoh paling nyata adalah Radio Komunitas di Cianjur yang menjadi satu-satunya media darurat pasca-gempa.

  • Pelestarian Budaya Lokal – Menyiarkan bahasa daerah, musik tradisional, dan kearifan lokal.

  • Edukasi Generasi Muda – Membuka ruang kreativitas anak muda, baik lewat siaran musik, talkshow, hingga produksi konten digital.

Di banyak wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), radio komunitas bahkan menjadi satu-satunya sumber informasi terpercaya bagi masyarakat.

⚙️ Tiga Tantangan Utama Radio Komunitas

Dalam paparannya di depan Komisi I, JRKI menekankan bahwa ada tiga tantangan besar yang saat ini menghambat keberlanjutan radio komunitas:

  1. Tantangan Teknis

    • Akses internet di banyak daerah masih terbatas, biaya bandwidth tinggi.

    • Perangkat digital seperti encoder, server streaming, hingga aplikasi siaran online sulit dijangkau karena mahal.

    • SDM pengelola minim keterampilan digital untuk produksi konten multiplatform.

  2. Tantangan Regulasi

    • Aturan masih fokus pada penyiaran analog (FM/AM), belum mengakui penuh siaran multiplatform.

    • Proses perizinan ISR dan IPP berbelit dan mahal, sehingga banyak radio komunitas kesulitan legalitas.

    • Belum ada kebijakan afirmatif khusus untuk komunitas, misalnya subsidi izin atau penyederhanaan regulasi.

  3. Tantangan Sosial & Demografi

    • Regenerasi pengelola lemah, anak muda kurang tertarik karena radio dianggap ketinggalan zaman.

    • Persaingan dengan media digital besar (YouTube, podcast, Spotify) membuat posisi radio komunitas makin terjepit.

“Bayangkan, sebuah radio komunitas di desa harus bersaing dengan konten global yang ada di genggaman ponsel anak-anak muda. Tanpa dukungan, sulit bagi mereka bertahan,”
jelas Indah, Humas JRKI.

Dampak Jika Radio Komunitas Ditinggalkan

JRKI menegaskan, lemahnya keberlanjutan radio komunitas akan berdampak luas:

  • Demokrasi lokal terganggu: aspirasi masyarakat akar rumput kehilangan ruang.

  • Kerentanan informasi meningkat: warga di daerah rawan bencana kehilangan sumber informasi darurat.

  • Ketimpangan digital makin melebar: media arus utama makin dominan, komunitas makin terpinggirkan.

  • Identitas lokal hilang: bahasa ibu, budaya daerah, dan tradisi siaran lokal berisiko tersingkir.

  • Generasi muda menjauh: tanpa ruang siaran yang relevan, partisipasi anak muda makin lemah.

Usulan JRKI untuk DPR dan Pemerintah

Dalam RDPU ini, JRKI mengajukan beberapa rekomendasi strategis:

  1. Regulasi Progresif

    • Revisi UU Penyiaran agar mengakui penyiaran multiplatform.

    • Penyederhanaan izin ISR dan IPP dengan mekanisme ramah komunitas.

    • Harmonisasi regulasi antar lembaga (Kominfo, KPI, Pemda).

  2. Dukungan Infrastruktur & Teknologi

    • Subsidi perangkat digital dan studio mini.

    • Kerjasama dengan BAKTI Kominfo untuk internet murah di 3T.

    • Pemanfaatan teknologi ramah komunitas, seperti software open-source.

  3. Penguatan SDM & Literasi Digital

    • Pelatihan produksi konten multiplatform.

    • Program regenerasi untuk melibatkan anak muda.

    • Pendampingan keamanan digital bagi pengelola komunitas.

  4. Skema Pendanaan Berkelanjutan

    • Hibah afirmatif dari APBN/APBD.

    • Insentif kerjasama konten edukatif dengan pemerintah dan NGO.

    • Kolaborasi dengan RRI/TVRI untuk memperkuat distribusi konten lokal.

Dialog Hangat dengan Komisi I DPR RI

Suasana rapat berjalan penuh dinamika. Beberapa anggota DPR memberikan apresiasi atas kiprah radio komunitas. Mereka menilai, keberadaan radio komunitas memang berbeda dari media arus utama: lebih membumi, dekat dengan warga, dan bisa menjadi garda terdepan dalam melawan hoaks.

“Radio komunitas adalah jantung demokrasi di desa. DPR harus memastikan UU Penyiaran baru berpihak kepada mereka,” ujar salah satu anggota Komisi I.

Kisah Lapangan: Bukti Nyata Radio Komunitas

Untuk menguatkan argumen, JRKI juga memaparkan contoh nyata:

  • Radio Lintas Merapi (Klaten, Jawa Tengah) – menjadi sumber informasi utama saat erupsi Gunung Merapi.

  • Radio Nina Bayan (Lombok Utara, NTB) – fokus pada pemberdayaan perempuan dan pekerja.

  • Radio Suara Kita (Palangkaraya, Kalteng) – aktif dalam kampanye pelestarian hutan.

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa radio komunitas bukan hanya bicara udara, tapi benar-benar hadir dalam kehidupan warga.

Komitmen JRKI: Menjaga Demokrasi dari Desa

Di akhir rapat, JRKI menegaskan sikapnya:

  1. Menegaskan radio komunitas sebagai media warga dengan identitas komunitas.

  2. Menuntut dukungan negara melalui regulasi adil, alokasi frekuensi yang jelas, serta pendanaan afirmatif.

  3. Meminta Komisi I DPR RI memastikan revisi UU Penyiaran mengakomodasi multiplatform dan melindungi keberlanjutan radio komunitas.

“Radio komunitas lahir dari rakyat, dikelola oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sudah seharusnya negara hadir untuk memastikan ia tetap hidup di era digital,” pungkas Adi.

Dokumentasi: Suara yang Tak Pernah Padam

Foto-foto rapat memperlihatkan bagaimana perwakilan JRKI duduk sejajar dengan para legislator, menyampaikan aspirasi dengan penuh keyakinan. Dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh, terlihat bahwa diskusi ini bukan sekadar formalitas, melainkan perjuangan untuk menjaga demokrasi penyiaran di Indonesia.

Kesimpulan: Dari Desa untuk Senayan, Dari Senayan untuk Rakyat

Kehadiran JRKI di Senayan menjadi penegasan bahwa demokrasi penyiaran harus berpihak pada rakyat kecil. Dalam era digital yang serba cepat, radio komunitas membutuhkan dukungan nyata agar tidak hilang ditelan zaman.

Dengan regulasi adaptif, infrastruktur memadai, SDM yang diperkuat, serta pendanaan berkelanjutan, radio komunitas bisa terus menjadi pelita informasi, ruang partisipasi, dan penjaga budaya lokal.

Suara yang lahir dari desa, dari pelosok, dari komunitas—hari ini bergema di Senayan. Dan semoga gema itu menjelma menjadi kebijakan yang berpihak pada rakyat.